Contoh banner 1-->
» » » BI Rate Turun, Ekonomi RI Diproyeksi Tumbuh 5,4% Persen

BI Rate Turun, Ekonomi RI Diproyeksi Tumbuh 5,4% Persen

Penulis By on 21/02/2016 |

JAKARTA (Bisnisbmr.co) - Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate telah diturunkan menjadi 7%, dan  Giro Wajib Minimum (GWM) primer juga turun 1% menjadi 6,5%. Ini artinya perekonomian Indonesia sudah bisa kembali ngebut di 2016.

Dalam proyeksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan pada rentang 5,2%-5,6%, dengan bias ke bawah yang artinya lebih kepada 5,2%-5,3%. Namun setelah BI rate turun, maka ekonomi diproyeksi tumbuh 5,4%.

"Kita bisa melihat ekonomi pada arah tengah, yaitu 5,4%," ungkap Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Solikin M Juhro di Hotel Trans Studio Bandung, Sabtu (20/2/2016)

Proyeksi tersebut memang jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi 2015, yakni 4,79%. Dorongan utama tetap berasal konsumsi masyarakat yang masih dapat tumbuh pada rentang 5%-5,4%.

"Lebih rinci memang sektor makanan yang masih bagus, ini sepertinya masyarakat Indonesia doyan makan, baru kemudian jasa dan konstruksi," jelasnya.

Pendorong lainnya adalah belanja pemerintah. Solikin menjelaskan, porsi belanja pemerintah terhadap perekonomian nasional hanya 10%. Memang sangat kecil,  tetapi dari belanja ini mampu mendorong komponen
lain untuk tumbuh.

Misalnya untuk proyek pembangunan jalan. Saat proyek dimulai, maka swasta ikut bergabung dengan mengeluarkan modalnya. Kemudian proyek menghasilkan tenaga kerja baru yang berarti menambah daya beli
masyarakat.

"Perannya sangat penting walaupun porsinya kecil. Karena sebagai startup, dan yang lain itu pasti mengikuti," tegas Solikin.

Akan tetapi ada risiko yang biasanya muncul ketika ekonomi Indonesia tumbuh tinggi. Adalah pelebaran defisit pada neraca transaksi berjalan (current account). Ini biasanya menjadi acuan investor sebagai fundamental perekonomian Indonesia.

Saat ekonomi tumbuh, karena pasokan barang belum tercukupi dari dalam negeri, maka akan ada pelonjakan impor. Lonjakan ini yang membuat adanya arus dana valuta asing (valas) keluar dari Indonesia lebih
besar.

"Konsekuensinya adalah current account defisit (CAD) kembali tinggi tahun ini. Kita mulai membangun dan bangkit, ya pasti investasi akan tinggi sehingga CAD akan menuju di atas 2,5% di atas PDB," paparnya.

Namun, Solikin menilai hal tersebut bisa diredam bila defisit disebabkan oleh impor bahan baku dan barang modal untuk pembangunan infrastruktur.

"Maka kita mencoba memperkirakan sekitar 3% itu masih suistanable. Kalau investor itu yakin di atas 3% nggak apa-apa, yang penting untuk pembangunan infrastruktur. Tapi kalau impor itu untuk barang konsumtif itu harus dihindari," tukasnya.

detik.com
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya