Penguatan Rupiah Terlalu Cepat Bisa Ancam Ekspor
Penulis By Unknown on 01/07/2016 | No comments
JAKARTA — Pemerintah dan bank sentral mesti mewaspadai masuknya dana repatriasi dari kebijakan pengampunan pajak agar penguatan rupiah tidak terlalu cepat. Hal itu bisa mengancam defisit transaksi berjalan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menilai pelaku ekonomi mengharapkan nilai tukar rupiah cenderung stabil. Asumsi Bank Indonesia terkait masuknya dana repatriasi dari tax amnesty sekitar Rp560 triliun akan membuat likuiditas banjir dan instrumen valuta asing akan bertambah.
Penguatan rupiah yang terlalu cepat akan menganggu ekspor. Padahal, kinerja ekspor terus tergerus baik dari harga komoditas dan volumenya. Menurutnya, rupiah yang terlalu cepat menguat akan menganggu defisit transaksi berjalan yang saat ini sudah lebih baik dari tahun lalu.
“Tolak ukur indikator makro BI, pemerintah, dan investor global melihat apakah kesehatan suatu negara dari defisit transaksi berjalan,” ucapnya, di Jakarta, Jumat (1/7/2016).
Sebelumnya, BI melaporkan defisit transaksi berjalan pada kuartal I/2016 tercatat US$4,668 miliar atau 2,14% terhadap PDB atau menurun dari kuartal sebelumnya karena meningkatnya surplus neraca perdagangan. Defisit transaksi berjalan atau current deficit account (CAD) menurun dibandingkan kuartal IV/2015 yang berada di level 2,37% terhadap PDB atau US$5,1 miliar.
Menurutnya, BI bisa menerbitkan instrumen dalam bentuk valas seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) valas untuk menjadi salah satu instrumen alternatif selain surat utang negara. Di sisi lain, dia menilai pemerintah dan BI harus mengantisipasi dampak lanjutan dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa kendati The Fed kemungkinan besar tidak akan menaikkan suku bunga acuannya.
“Dampak lanjutannya bisa mengakibatkan mitra dagang utama kita, China, yang memiliki keterikatan cukup tinggi dengan Uni Eropa, ujungnya kinerja ekspor kita,” katanya.
Editor : Dede
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya